Sabtu, 19 Desember 2009

Tahlil,talqin dan ziarah

Assalamu'alaikum
Tahlil, Talqin, dan Ziarah
Aktivitas Padat Hujjah




Judul: Yang Hidup Memberi – Yang Mati Menerima
Penulis: Faishal Murad Ali Ridha
Penerjemah: Muhammad Ahmad Vad’aq
Penerbit: Ponpes Al-Khairat, Pengasinan, Bekasi, Juli 2009
Tebal: 90 hlm. (80 + halaman Romawi)


Tebarkan salam sesuai perintah Nabi SAW dan beri saudaramu senyuman manis, agar kita dapat hidup lebih rukun. Hingga akhirnya setan akan sedih melihat kita hidup dalam kebersamaan, karena tugas utama setan adalah menebarkan permusuhan di tengah-tengah umat.

”Sungguh menyenangkan apabila kita sebagai umat Muhammad SAW hidup dengan damai, rukun, tenteram, bersatu padu menegakkan agama ini. Kalaupun ada perbedaan pendapat, selayaknya disikapi dengan santun dan penuh etika, bukan dengan sumpah serapah dan saling mencela, apalagi sampai menyesatkan sesama muslimin.”

Demikian di antara yang disampaikan Ustadz Muhammad bin Ahmad Vad’aq, dalam kata pengantarnya selaku penerjemah kitab Al-‘Ulama’ wa Aqwaluhum fi Sya’ni Al-Amwat wa Ahwalihim, karya Faishal Murad Ali Ridha.

Ia juga menuturkan, buku yang dalam edisi terjemahannya ini diberi judul Yang Hidup Memberi – Yang Mati Menerima amat layak dibaca, mengingat penulisnya hanya mengambil referensi dari para ulama yang hampir-hampir tak pernah tersentuh hujatan semacam syirik ataupun bid’ah dari pihak-pihak yang selalu menghakimi dan lantang menyalahkan para ulama dengan hujatan sejenis itu.

Mereka adalah tiga ulama termasyhur di kalangan para pembaharu pemikir Islam saat ini, yaitu Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, Syaikh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Sampainya Hadiah Pahala
Sejumlah isu keagamaan yang cukup sensitif selama ini, misalnya tentang sampainya pahala yang dihadiahkan oleh seorang yang masih hidup kepada mereka yang telah wafat, sebagaimana yang biasa dilakukan pada saat prosesi tahlil, talqin, atau ziarah, ternyata bukan saja tidak mendapat penentangan yang keras dari ketiga ulama rujukan para penentang keras prosesi-prosesi itu sendiri, tapi bahkan seakan mendapatkan legitimasi atas kebenaran pelaksanaannya.

Tengok saja pendapat Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah mengenai masalah itu, yang berada di pembahasan Pasal Kelima.

“Bacaan Al-Quran, sedekah, dan lainnya adalah amal kebaikan. Tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa pahala ibadah harta seperti sedekah dan membebaskan hamba sahaya sampai kepada orang yang telah meninggal dunia, sama seperti sampainya doa, istighfar, shalat jenazah, dan doa di makam.

Terdapat perbedaan pendapat dalam masalah ibadah fisik seperti puasa, shalat, dan bacaan Al-Quran. Pendapat yang benar bahwa semua balasan pahalanya sampai kepada orang yang telah meninggal dunia.

Disebutkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, ’Barang siapa meninggal dunia dan ia masih memiliki kewajiban puasa, walinya melaksanakan puasa untuknya.’

Juga disebutkan dalam hadits shahih bahwa ada seorang wanita yang ibunya meninggal dunia, sedangkan ibunya itu masih memiliki utang kewajiban berpuasa, maka Rasulullah SAW memerintahkan wanita itu agar berpuasa untuk ibunya.

Dalam kitab Al-Musnad disebutkan dari Rasulullah SAW, beliau berkata kepada ‘Amr bin Al-‘Ash, ‘Andai saja bapakmu masuk Islam, kemudian engkau bersedekah untuknya, atau berpuasa untuknya, atau engkau merdekakan hamba sahaya untuknya, pastilah itu berguna baginya’.” Demikian penuturan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah dalam kitab Majmu’ Al-Fatawa, halaman 24/366-367.

Talqin Mayyit
Mayoritas masyarakat muslim Indonesia, bila memakamkan salah seorang saudaranya yang seagama, setelah mayyit selesai dimakamkan, dibacakan talqin mayyit. Sementara pihak menganggap bahwa pembacaan talqin merupakan perbuatan bid’ah dan sia-sia. Benarkah demikian?

Dalam buku ini, penulis mengutip pendapat Syaikh Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Ar-Ruh, halaman 12-13: Tradisi yang biasa dilakukan kaum muslimin sejak zaman dahulu hingga saat ini, yaitu talqin mayat di kubur, jika mayat tidak dapat mendengar talqin tersebut dan talqin itu tidak bermanfaat baginya, tentulah talqin itu sia-sia.

Imam Ahmad pernah ditanya tentang talqin mayat dan beliau menganggapnya sebagai perbuatan baik dan boleh dilakukan. Ia meriwayatkan hadits tentang talqin. Disebutkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam, dari hadits Abu Umamah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila salah seorang di antara kalian meninggal dunia, saat kalian meratakan tanah kuburannya, hendaklah salah seorang di antara kalian berdiri pada bagian kepalanya dan mengucapkan, ’Wahai Fulan bin Fulanah’. Sesungguhnya ia mendengarnya, tetapi ia tidak menjawab.

Kemudian katakanlah, ’Wahai Fulan bin Fulanah’ untuk yang kedua kali. Maka ia pun duduk.
Kemudian katakanlah, ’Wahai Fulan bin Fulanah’. Ia berkata, ’Bimbinglah kami, semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu’. Tetapi kamu tidak bisa mendengarnya.

Katakanlah, ’Ingatlah apa yang engkau bawa ketika keluar dari dunia, kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Sesungguhnya engkau rela Allah menjadi Tuhanmu, Islam menjadi agamamu, Muhammad menjadi nabimu, dan Al-Quran menjadi imammu’.”

Meskipun hadits ini bukan hadits shahih, talqin telah dilaksanakan secara terus-menerus di berbagai negeri dan setiap zaman, tanpa ada yang mengingkarinya. Itu sudah cukup dijadikan sebagai pedoman untuk mengamalkannya. Allah SWT telah menjadikannya sebagai tradisi, umat Islam telah melaksanakannya dari timur hingga barat belahan bumi.

Kaum muslimin adalah umat yang paling sempurna akalnya dan paling memiliki ilmu pengetahuan, apakah masuk akal jika kaum muslimin berbicara kepada orang yang tidak dapat mendengar dan tidak berpikir?!

Umat Islam telah menjadikan talqin sebagai tradisi yang baik, tidak ada yang mengingkarinya. Bahkan talqin mayat itu tradisi yang telah dilakukan kaum muslimin generasi awal yang kemudian dilanjutkan generasi belakangan. Kaum muslimin generasi belakangan mengikuti tradisi kaum muslimin generasi terdahulu.

Andai mayat itu tidak bisa mendengar talqin, tentulah kalimat yang dibaca itu seperti kalimat yang ditujukan kepada tanah, kayu, dan batu....”

Ziarah Kubur
Menjelang datangnya Ramadhan, sudah menjadi tradisi bagi umat Islam untuk mengunjungi makam-makam keluarganya atau kalangan orang-orang shalih. Aktivitas mengunjungi makam itu biasa disebut dengan istilah ziarah. Di lain pihak, aktivitas ziarah sering kali mendapat kecaman dan tuduhan-tuduhan yang cukup keras, misalnya tuduhan bid’ah atau syirik, atau yang sejenisnya.

Bagaimana pandangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, tokoh sentral paham Wahhabi, mengenai ziarah? Berikut kutipan komentar Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Ahkam Tamanni Al-Maut, halaman 46-47, yang dikutip dalam buku susunan Faishal Murad Ali Ridha pada pembahasan Pasal Kedua:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Aisyah, disebutkan oleh Imam Ahmad dan Al Hakim dari Aisyah, ia berkata, ”Aku masuk ke lokasi makam Rasulullah SAW dan Abu Bakar, aku meletakkan pakaianku, aku katakan, mereka adalah bapakku dan suamiku. Ketika Umar dimakamkan bersama dengan mereka, aku masuk ke makam mereka dengan pakaian tertutup rapat, karena malu kepada Umar.”

Disebutkan oleh Imam Al-Baihaqi dan Al-Hakim, dari Abu Hurairah (hadits marfu’), Rasulullah SAW bersabda, ”Aku bersaksi bahwa kamu hidup di sisi Allah SWT, maka ziarahilah mereka dan ucapkanlah salam kepada mereka. Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, setiap orang yang mengucapkan salam kepada salah seorang dari mereka, ruhnya dikembalikan hingga hari Kiamat.” Kalimat ini ditujukan kepada Mush’ab bin ‘Umair dan para sahabatnya.

Diriwayatkan dan dinyatakan shahih oleh Al-Hakim, dari Abdullah bin Abi Farwah, sesungguhnya Rasulullah SAW berziarah ke makam para syuhada’ Uhud, beliau berkata, ”Ya Allah, sesungguhnya hamba-Mu dan nabi-Mu bersaksi bahwa mereka itu adalah para syuhada’. Sesungguhnya siapa yang berziarah dan mengucapkan salam kepada mereka hingga hari Kiamat, mereka pasti membalasnya.”

Menyikapi Perbedaan
Faishal Murad Ali Ridha, penulis, yang berkebangsaan Arab Saudi, memang sengaja mengutip pendapat-pendapat para ulama rujukan kalangan pembaharu itu yang berkaitan khusus tentang kondisi orang-orang yang telah meninggal dunia. Sebagaimana yang ia katakan sendiri dalam kata pengantarnya, itu dilakukannya untuk menghilangkan sesuatu yang mengambang di pikiran kaum muslimin, sikap ragu, bimbang, dan pemahaman keliru tentang kondisi dan perkara-perkara yang berkaitan dengan orang-orang yang telah meninggal dunia.

Beredarnya buku ini diharapkan dapat membuat sementara kalangan yang masih ”gemar” mensyirikkan, membid’ahkan, dan mengkafirkan orang lain, mendapat informasi yang berimbang, sehingga dapat mengetahui bahwa perselisihan adalah hal yang wajar, misalnya pada masalah doa terhadap orang yang sudah meninggal dunia atau yang berhubungan dengan tata cara penguburan, seperti yang tertuang dalam buku ini, yang semestinya tidak disikapi dengan fatwa atau tuduhan yang berlebihan.

Harapan penerjemah, umat dapat lebih bijak menyikapi segala perselisihan dan perbedaan pendapat, minimal dapat mengubah sikap. Karena, bahkan para tokoh panutan di atas pun tidak selantang para pengikut mereka dalam berfatwa.

Terakhir, sebagaimana yang juga dikatakan oleh penerjemah, hanya dengan cara saling menghormati pendapat, kita bisa menjalin persatuan umat. Tebarkan salam sesuai perintah Nabi SAW dan beri saudaramu senyuman manis, agar kita dapat hidup lebih rukun. Hingga pada akhirnya, setan akan sedih melihat kita hidup dalam kebersamaan, karena tugas utama setan adalah menebarkan permusuhan di tengah-tengah umat.

Semoga buku ini bermanfaat untuk kita semua. IY















Home
Taqrizh
Dunia Islam
Profile Tokoh
Cahaya Hati
Baitullah
Pustaka Online
Agenda

Home
Taqrizh
Dunia Islam
Profile Tokoh
Cahaya Hati
Baitullah
Pustaka Online
Agenda
Thursday, 27 August 2009





The Good Mother

Seorang ibu yang memiliki anak perempuan yang tumbuh menjadi gadis remaja ibarat orang yang sedang memelihara sekuncup bibit bunga mawar, ia...

Kisah dan Hikmah

Dahulu kala, ada seorang kafir yang kasyf. Suatu hari, ia diajak seorang alim untuk berdebat dan masuk Islam dengan cara yang persuasif. Tetapi...

Sains dan Isra’ Mi’raj

Mengapa peristiwa agung yang bernuansa ilmu dan teknologi tinggi itu tidak dikaji lebih intensif oleh umat Islam untuk perkembangan ilmu...

Burdah Imam Al-Bushiri: Kasidah Cinta untuk Sang Nabi

“Aku mengarang beberapa kasidah sanjungan kepada Rasulullah.... Ternyata di tengah-tengah aku menyelesaikannya, separuh tubuhku lumpuh total....

Permasalahan Thariqah: Hasil Kesepakatan Muktamar dan Musyawarah Besar Jatman 1957-2005

Orang yang telah berbai’at thariqah mempunyai kewajiban untuk menjalani amalan-amalan thariqah tersebut. Tapi bagaimana dengan anak kecil yang...

Kitab Agung Ar-Risalah Targhib wa Tarhib: Anjuran dan Peringatan dari Al-Quran dan Sunnah

Bagi yang merasa kehilangan jejak para salafush shaleh dalam menapaki jalan menuju cahaya Allah Ta’ala, atau bagi yang merasakan betapa hidayah...

Meniti Kesempurnaan Ibadah

Jika pernah membaca buku klasik yang sangat dikenal oleh kalangan santri, Tanbihul Ghafilin, Anda tak akan asing dengan isi buku yang satu ini....

Mencapai Tuhan tanpa Godaan

Syaikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani adalah seorang sufi besar yang pernah berjumpa tidak kurang dari seratus syaikh atau guru thariqah pada paruh...

Islam Sempurna lagi Abadi

Kesempurnaan Islam sebagai agama adalah suatu hal yang tidak diragukan lagi. Demikian juga keabadiannya. Namun, karena kemalasan dan kurangnya...


Jika Cinta Rasul, Cinta Ahlul Bayt-nya



Judul: Rasulullah SAW. Mempunyai Keturunan & Allah SWT Memuliakannya

Pengarang: Ir. Sayyid Abdussalam Al-Hinduan, M.B.A.

Penerbit: Cahaya Hati, Cetakan 1 Februari 2008

Tebal: 156 halaman



Jika Cinta Rasul, Cinta Ahlul Bayt-nya



“Kutinggalkan di tengah kalian dua peninggalanku: Kitabullah, sebagai tali yang terentang dari langit sampai ke bumi, dan keturunanku, ahlul baytku. Dua-duanya itu sungguh tidak akan terpisah hingga saat kembali kepadaku di haudh (telaga di surga).”



Telah sama kita maklumi, Rasulullah adalah nabi utusan Allah SWT kepada seluruh manusia. Keberadaannya merupakan rahmat bagi alam semesta. Ayat Al-Quran secara tegas menyatakan hal tersebut, “Dan kami tidak mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya’: 108). Dialah pula rasul yang paling dicintai oleh Allah dan diberi gelar Al-Habib Al-A`zham (Kekasih yang Teragung).

Dalam ayat lain dikatakan, “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS Al-Qalam: 4).

Tak ada yang mengingkari betapa besar jasa yang telah diberikan oleh Rasulullah SAW. Dengan risalah yang Allah perintahkan untuk disampaikannya, beliau telah menunjukkan jalan yang lurus, telah mengalihkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Beliau telah berjasa membawa umat manusia untuk mengenal Pencipta mereka serta mengabdi dan beribadah kepada-Nya.

Melalui beliaulah kita mengenal apa yang Allah perintahkan dan apa yang Allah larang. Melalui beliau pula kita mengetahui bagaimana cara-cara mendekatkan diri kepada-Nya. Bahkan, bagaimana menjalani kehidupan dalam segala seginya pun, kita dibimbing olehnya. Ya, betapa besar jasa beliau kepada umat manusia.

Seorang yang berakal, dan memiliki perasaan, tentu tak akan mengabaikan begitu saja orang yang telah berjasa kepadanya. Kepada orang yang memberikan pertolongan sedikit saja, hati kecil kita pasti ingin memberikan balasannya. Apalagi kepada orang yang telah memberikan pertolongan tak terkira, yang telah menyelamatkannya sepanjang kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Tentu sangat tak layak untuk mengabaikannya dan tak berterima kasih kepadaya.

Permintaan Nabi

Tetapi bagaimana berterima kasih kepadanya atas dakwahnya kepada umat manusia? Salah satunya adalah memberikan apa yang diminta oleh beliau.

Pertanyaannya, apa yang diminta oleh beliau? Mengenai itu, ayat Al-Quran mengatakan, “Katakanlah, hai Muhammad, ‘Aku tidak minta upah apa pun atas hal itu (yakni dakwah risalah) kecuali cinta kasih dalam (terhadap) keluarga’.” (QS Asy-Syura: 23). Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud keluarga di situ adalah keluarga Nabi (ahlul bayt).

Ahlul bayt Rasulullah SAW adalah orang yang paling dekat dengan beliau, yang secara khusus dicintai, dihormati, dan dipeliharanya. Allah memuliakan mereka dan secara khusus dijaga agar tetap suci dan dijauhkan dari kekejian. Banyak hadits yang menunjukkan kemuliaan mereka dan perintah beliau kepada umatnya untuk mencintai mereka.

Rasulullah sangat mencintai dan menyayangi ahlul baytnya. Ibnu Abbas RA mengatakan, “Aku menyaksikan sendiri selama sembilan bulan, setiap hendak shalat di masjid Rasulullah selalu mengatakan, ‘Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sungguh Allah hendak menghapuskan noda dari kalian, wahai ahlul bayt, dan benar-benar hendak menyucikan kalian. Marilah kita shalat. Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada kalian’.” Ucapan salam ini ditujukan kepada keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fathimah.

Tidak cukup dengan mengucapkan salam kepada ahlul baytnya, Rasulullah juga mengingatkan, “Kutinggalkan di tengah kalian dua peninggalanku: Kitabullah, sebagai tali yang terentang dari langit sampai ke bumi, dan keturunanku, ahlul baytku. Dua-duanya itu sungguh tidak akan terpisah hingga saat kembali kepadaku di haudh (telaga di surga).”

Selama ini telah banyak muncul beberapa buku dalam bahasa Arab yang berbicara tentang ahlul bayt. Tetapi yang dalam bahasa Indonesia memang belum banyak. Namun, alhamdulillah kini telah bertambah lagi dengan terbitnya buku Rasulullah SAW. Mempunyai Keturunan dan Allah SWT Memuliakannya, ditulis oleh Ir. Sayyid Abdussalam Al-Hinduan, M.B.A.



Hadits Tsaqalain

Beberapa bahasan penting diuraikan dalam buku ini. Pembahasan diawali dengan kisah tentang sikap kaum kafir Quraisy yang mengejek bahwa Rasulullah tidak mempunyai keturunan karena anak laki-lakinya wafat. Kemudian berturut-turut dibahas ihwal dikukuhkannya ahlul bayt Nabi SAW berdasarkan surah Al-Ahzab ayat 33, bernasabnya semua orang kepada ayahnya kecuali anak-anak Fathimah, lalu tentang hadits tsaqalain, yaitu wasiat Nabi SAW bahwa beliau meninggalkan dua perkara berat kepada umatnya, yakni Al-Quran dan keturunannya.

Hadits tsaqalain itu memang berbeda dengan hadits lainnya yang telah sangat terkenal, yaitu bahwa Nabi SAW meninggalkan dua perkara, Al-Quran dan sunnahnya. Kedua hadits itu ada dan masing-masing tidak membatalkan yang lainnya. Bedanya, hadits tsaqalain tersebut masih belum banyak diketahui kaum muslimin, padahal tidak kalah pentingnya. Dan hadits itu memang menjadi bagian yang sangat urgen dalam pembahasan tentang keluarga Rasulullah, karena merupakan wasiat beliau.

Bahasan lain yang diuraikan dalam buku ini adalah tentang eksisnya keturunan Nabi SAW hingga hari kiamat, wajibnya mencintai keluarga Rasulullah, arti dan leluhur Bani Alawi, dan beberapa hal lain yang terkait. Dibahas pula tentang peranan keturunan Nabi SAW dalam penyebaran Islam.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah pengetahuan Islam, terutama bagi para pecinta Rasulullah SAW dan keluarganya. Bagi kaum muslimin, mereka dapat lebih memahami persoalan ini, sehingga dapat menambah kecintaan kepada keluarga dan keturunan beliau. Sedangkan bagi mereka yang tergolong keturunan beliau, dapat memahami tugas dan tanggung jawab mereka yang berat. RIS





Who's Online
We have 3 guests online
Menu Utama
Home
Taqrizh
Dunia Islam
Profile Tokoh
Cahaya Hati
Baitullah
Pustaka Online
Agenda
Mutiara Hadits
Mencintai Rasulullah saw. Termasuk Keimanan

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya (kekuasaan-Nya), salah seorang di antara kamu tidak beriman sehingga saya lebih dicintai olehnya daripada orang tua dan anaknya."

Yahudi

• Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa kaum Yahudi Bani Nadhir dan Bani Quraidhah selalu memerangi Rasulullah saw., sehingga Rasulullah pun lalu mengusir Bani Nadhir dan membiarkan Bani Quraidhah sekaligus membebaskan mereka. Namun setelah itu Bani Quraidhah juga ikut memerangi, maka beliau pun lalu membunuh kaum lelaki mereka serta membagikan kaum wanita, anak-anak kecil berikut harta benda mereka di antara kaum muslimin. Kecuali mereka yang meminta perlindungan kepada Rasulullah saw., maka beliau pun memberikan keamanan kepada mereka sehingga berimanlah mereka. Rasulullah saw. juga mengusir orang-orang Yahudi Madinah seluruhnya, yaitu; Bani Qainuqa` (kaum Abdullah bin Salam), Yahudi Bani Haritsah dan setiap orang Yahudi yang berada di Madinah.



(Shahih Muslim No.3312)
Datangnya Hari Kiamat Mencintai Rasulullah saw. Termasuk Keimanan Yahudi Mengusir orang-orang Yahudi dari Hijaz Haram membunuh kaum wanita dan anak-anak kecil dalam perang

© 2009 Majalah Alkisah
Joomla! is Free Software released under the GNU General Public License.

















Dunia Islam Konsultasi Agama Tarikh
Berjihad Kok Melanggar Syari’at?

Friday, 14 August 2009

Apakah bunuh diri dan membunuh warga biasa termasuk jihad?
+ Berita Lengkap
Artikel Lain
Jejak Ulama Betawi: Meneguhkan Peran Majelis Ta’lim
Kisah Para Pecinta Rasulullah SAW: Puncak Kesempurnaan Iman

Alkisah Terbaru
Alk-Edisi-17-2009


+ Perbesar Cover...
Alk-Edisi-16-2009


+ Perbesar Cover...
Cover Lain...
Alk-Edisi-15-2009
Dari Redaksi
Yang Baru di majalah-alkisah.com

Friday, 07 August 2009

Menyambut Ramadhan: Mp3 Doa dan Dzikir Malam bersama Dr. Habib Ahmad Al-Kaf, Shalawat menjelang...
+ Selengkapnya
DOA, DZIKIR & SHALAWAT
Make sure you have at least Flash Player 7. If not,please download.
Nada Ilahi
Make sure you have at least Flash Player 7. If not,please download.
Khotbah Jumat
Make sure you have at least Flash Player 7. If not,please download.




The Good Mother

Seorang ibu yang memiliki anak perempuan yang tumbuh menjadi gadis remaja ibarat orang yang sedang memelihara sekuncup bibit bunga mawar, ia...

Kisah dan Hikmah

Dahulu kala, ada seorang kafir yang kasyf. Suatu hari, ia diajak seorang alim untuk berdebat dan masuk Islam dengan cara yang persuasif. Tetapi...

Sains dan Isra’ Mi’raj

Mengapa peristiwa agung yang bernuansa ilmu dan teknologi tinggi itu tidak dikaji lebih intensif oleh umat Islam untuk perkembangan ilmu...

Burdah Imam Al-Bushiri: Kasidah Cinta untuk Sang Nabi

“Aku mengarang beberapa kasidah sanjungan kepada Rasulullah.... Ternyata di tengah-tengah aku menyelesaikannya, separuh tubuhku lumpuh total....

Permasalahan Thariqah: Hasil Kesepakatan Muktamar dan Musyawarah Besar Jatman 1957-2005

Orang yang telah berbai’at thariqah mempunyai kewajiban untuk menjalani amalan-amalan thariqah tersebut. Tapi bagaimana dengan anak kecil yang...

Kitab Agung Ar-Risalah Targhib wa Tarhib: Anjuran dan Peringatan dari Al-Quran dan Sunnah

Bagi yang merasa kehilangan jejak para salafush shaleh dalam menapaki jalan menuju cahaya Allah Ta’ala, atau bagi yang merasakan betapa hidayah...

Meniti Kesempurnaan Ibadah

Jika pernah membaca buku klasik yang sangat dikenal oleh kalangan santri, Tanbihul Ghafilin, Anda tak akan asing dengan isi buku yang satu ini....

Mencapai Tuhan tanpa Godaan

Syaikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani adalah seorang sufi besar yang pernah berjumpa tidak kurang dari seratus syaikh atau guru thariqah pada paruh...

Islam Sempurna lagi Abadi

Kesempurnaan Islam sebagai agama adalah suatu hal yang tidak diragukan lagi. Demikian juga keabadiannya. Namun, karena kemalasan dan kurangnya...


Cahaya Hati
Jerry Duane Gray: Kegelisahan itu Akhirnya Terjawab

Terlahir dan besar di lingkungan keluarga Nasrani, Jerry tak pernah menyakini ajaran Nasrani sepenuh hati. Ia selalu haus mencari kebenaran tentang Tuhan.
+ Selengkapnya
Sang Walikota pun Memeluk Islam

Setelah bertahun-tahun merenung, ia menemukan kebenaran Islam. Reaksi pun bermunculan, tapi ia tetap tabah pada pendiriannya.
+ Selengkapnya

Salah Menilai Al-Quran
Written by Publisher Team
Wednesday, 26 August 2009 09:26




Lagi, pelecahan terhadap Al-Quran dan Nabi Muhammad.


Adalah Sebastian Faulks, seorang novelis asal Inggris, menilai Al-Quran tak lebih dari sekadar sebuah buku murahan yang tak memiliki nilai sastra. Pesan-pesan Al-Quran hanyalah ocehan orang gila tanpa arti. Amat sangat “gersang”. Jauh tertinggal jika dibandingkan Injil yang sarat dengan ajaran dan nilai sastra tinggi. Demikian seperti yang dilansir Telegraph, Minggu (23/8).


Bermula, Faulks, yang sedang menyelesaikan novel terbarunya A Week in December, mengisahkan seorang tokoh perekrut teroris Islam kelahiran Glasgow, bernama Hassan Al-Rashid. Untuk menunjang penulisan novelnya, ia “terpaksa” membaca dan mengkaji Al-Quran, kitab suci yang diyakini umat Islam sebagai firman Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad dengan perantara malaikat Jibril. Sayang, kendala bahasa membuat dirinya “berkenalan” dengan Al-Quran hanya lewat buku terjemahan Bahasa Inggris.


Dari sinilah ia menghina Al-Quran dengan sangat berani, seperti yang diungkapkannya dalam sebuah wawancara dengan majalah The Sunday Times.


Faulks menilai Al-Qur’an tidak menawarkan kisah yang menarik dibandingkan dengan Injil. Isinya tak lebih dari perintah kepada umatnya untuk percaya pada Tuhan. Jika tidak makan disiksa dan terbakar selamanya di neraka. Bahkan jika dibandingkan dengan Perjanjian Lama (Taurat) yang juga tak kalah gila ajarannya, masih lebih baik Perjanjian Lama seribu kali.


“Kehebatan dari Perjanjian lama adalah adanya kisah-kisah yang menakjubkan, sementara Al-Qur’an tidak memiliki kisah-kisah semacam itu. Pesan-pesannya terasa kering, tidak memiliki dimensi etis, juga rencana baru untuk kehidupan seperti Perjanjian Baru (Injil) yang amat sempurna. Bahkan terjemahan bahasa Inggris yang saya baca, dari sudut pandang sastra, sangat mengecewakan. Tak seperti yang dibicarakan orang-orang mengenai keindahan bahasa Arab,” celanya.


Tidak hanya itu, ia juga mempertanyakan kemuliaan Nabi Muhammad dan membandingkannya dengan Yesus.


“Muhammad tidak seperti Yesus yang memiliki hal-hal menarik untuk dikatakan kepada umatnya. Ia menyodorkan sebuah cara revolusioner dalam melihat dunia: cintai tetanggamu, cintai musuhmu, bersikap baik pada orang lain, orang yang sabar akan mewarisi bumi. Sementara Muhammad, tidak memiliki konsep baru untuk dikatakan pada dunia, kecuali, “Jika kau tidak percaya pada Tuhan, kau akan disiksa,”


Ajmal Masroor, seorang imam dan juru bicara masyarakat Islam di Inggris, mengatakan ia tidak memahami yang dimaksud deskripsi tentang Al-Qur’an yang menurut Faulks tidak obyektif. Komentarnya itu sangat menggelikan dan terdengar seperti sekedar celotehan orang yang membenci sesuatu tanpa melihat obyektifitasnya sama sekali.


“Saya ingin duduk bersama dan mendiskusikan Al-Quran dengannya, karena pernyataan Faulks itu berisiko memicu kebencian bersifat relijius atas umat Islam,” katanya.


Serangan terhadap agama Islam bukan hal yang baru. Begitu juga dengan Nabi Muhammad yang seringkali direndahkan oleh musuhnya, baik di masanya sendiri maupun masa setelahnya, sebagai sebuah upaya untuk menyingkirkan pesan-pesannya yang indah.


Sepertinya banyak orang masih tidak memahami bahwa konsekuensi dari penghinaan seperti itu bisa menimbulkan efek yang sangat buruk. Bukankah sejarah telah mengajarkan bahwa ejekan bisa memicu kebencian?


Kini, penghinaan Faulks telah mengundang kemarahan umat Islam dunia. Padahal yang dibacanya hanyalah terjemahan Al-Quran dalam bahasa Inggris, yang amat sangat mungkin mengalami distorsi alih bahasa dengan teks aslinya. Belum lagi sisi subyektifitas Faulks sendiri yang sudah kadung benci dengan agama Islam dan Nabi Muhammad SAW. SEL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar